Tenggelamnya Kapal Nanggala
Tenggelamnya kapal selam Nanggala meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi seluruh rakyat Indonesia, betapa tidak banyak momen-momen yang beredar didunia maya bagaimana seorang anak mengunci ayahnya supa tidak berangkat tugas atau rasa sedih yang menyeruak momen sewaktu anak buah kapal mendekap sang buah hatinya yang terus menangis seakan tahu bahwa hari itu merupakan hari terakhir perjumpaanya.
Sang monster laut itu telah tidur selamanya dikedinginan dan gelapnya lautan. Prajurit perkasa yang menjaga permukaan laut yang biru, telah gugur sahid dikedalam laut yang sunyi dan dalam. Doa-doa berlantunan mengiringi kesahidan prajurit sejati mengawal NKRI.
Ah, jadi teringat sewaktu melihat film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Buya Hamka. Sama-sama menyedihkan, walau latar belakang berbeda. Film yang diadaptasi dari novel klasik yang diterbitkan pada tahun 1938 memang mengharu biru. Sampai sekarang, terkadang masih teringat cerita di dalamnya, walau saya telah menonton filmnya tahun 2013 yang lalu, sampai saat ini masih ingat terus. Cerita yang tidak lapuk oleh jaman, Memang Buya Hamka soal menulis novel yang haru biru beliau jagonya, makanya ada yang menjulukinya sebagai Pujangga Air Mata.
Tulisan ini bukan memabandingkan tenggelamnya kapal Van Der Wijck dengan tenggelamnya kapal selam Nanggala. Dua-duanya membawa pesan bahwa semangat perjuangan perlu ditumbuhkan disemua lintas generasi, walaupun terkadang meninggalkan kesedihan yang mendalam, dan tidak sampai terpuruk. Selamat jalan pahlawan.........
Komentar