INTERAKSI KOMPONEN BAHAN PANGAN
1. Protein dapat berinteraksi dengan molekul yang lebih kecil seperti flavor. Hal ini karena terjadinya ikatan antara protein dan komponen flavor melalui ikatan kimia seperti ikatan hidrofobik, ikatan ionik dan ikatan kovalen yang bersifat irreversibel. Interaksi tersebut tergantung pada tipe dan jumlah protein (komposisi asam amino), tipe komponen flavor, adanya komponen makanan lain, proses pengolahan makanan (sehingga mempengaruhi struktur tersier protein akibat perlakuan pemanasan), kekuatan ikatan ionik (misalnya dengan adanya garam), pH (yang akan berpengaruh terhadap bentuk dan konformasi ionik), temperatur dan waktu.
Komponen flavor berinteraksi dengan protein karena terikat pada gugus fungsional –OH, -NH2 atau –SH. pH berpengaruh terhadap kekuatan ikatan kimia, hal ini karena pH berpengaruh pada perubahan struktur tersier protein, bentuk ikatan ionik (gugus amina dan asam) dan reaktivitas dasar protein (pembentukan basa Schiff’s). Hal ini berpengaruh pada bagaimana protein tersebut berinteraksi dengan komponen flavor. Interaksi yang terjadi antara protein dan komponen flavor seperti matriks pada Gambar 1,2 dan 3. Disamping itu ada fenomena absorbsi.
Gambar 1.
Komponen flavor berinteraksi dengan protein karena terikat pada gugus fungsional –OH, -NH2 atau –SH. pH berpengaruh terhadap kekuatan ikatan kimia, hal ini karena pH berpengaruh pada perubahan struktur tersier protein, bentuk ikatan ionik (gugus amina dan asam) dan reaktivitas dasar protein (pembentukan basa Schiff’s). Hal ini berpengaruh pada bagaimana protein tersebut berinteraksi dengan komponen flavor. Interaksi yang terjadi antara protein dan komponen flavor seperti matriks pada Gambar 1,2 dan 3. Disamping itu ada fenomena absorbsi.
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Persepsi rasa pada makanan dipengaruhi oleh suhu disebabkan karena :
a. Adanya komponen flavor yang terdiri dari senyawa volatil yang mudah menguap akibat suhu (Gambar 4). Suhu mempengaruhi sensitivitas rasa. Sensitivitas rasa akan berkurang bila suhu lebih besar dari 20oC dan lebih kaecil dari 30oC. Contoh makanan yang dihidangkan dalam kondisi hangat akan mempunyai aroma yang lebih kuat dibandingkan dalam kondisi suhu dingin. Bila sate dihidangkan dalam kondisi hangat, aroma sate begitu terasa.
Gambar 4.
b. Batas ambang (trace hold) suatu bahan sebagai contoh agar bisa merasakan asin, garam dapur memiliki trace hold 0,087%).
2. a. Gelasi merupakan proses pembentukan gel. Protein dapat membentuk gel dengan adanya asam, aktivitas enzim, pemanasan dan penyimpanan. Gel tersebut merupakan jaringan protein, yang terbentuk dari interaksi antar protein.Gelasi dapat melalui 2 cara. Pertama, pembukaan struktur protein akibat denaturasi yang menyebabkan konformasi molekul protein berubah, baik karena pemanasan atau kimiawi. Kedua, tahap penggumpalan yang terjadi karena molekul protein saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga membentuk gumpalan. Terjadinya gelasi secara berturut-turut adalah terjadi agregasi secara acak atau terjadi agregasi hingga membentuk suatu struktur seperti manik-manik, menghasilkan suatu sistem jaringan baik yang masih kasar dan secara fisik terlihat keruh maupun membentuk jaringan protein yang secara fisik halus dan terlihat transparan. Dapat juga terjadi suatu struktur yang intermediate atau antara keruh dan bening. Gambar 5 adalah larutan yang mengandung protein, bila dilakukan proses pemanasan akan terjadi denaturasi protein dan dapat terjadi secara parsial ditunjukkan dengan gambar larutan yang agak keruh dan terjadi secara keseluruhan ditunjukkan pada larutan keruh.
Larutan gel transparan agak keruh gel keruh
Gambar 5. larutan protein yang mengalami gelasi
Protein natur dan protein yang telah mengalami denaturasin dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur protein alami dan yang terdenaturasi
2. b. Pemisahan komponen protein yang telah mengalami denaturasi dan tidak pada larutan protein yang mengalami denaturasi secara parsial dan akan digunakan untuk penelitian dapat dilakukan melalui metode sentrifugasi. Protein yang mengalami denaturasi akan membentuk gel dan pada saat disentrifugasi gel tersebut dapat saling bergabung dengan gel lainnya sehingga protein yang mengalami denaturasi akan mengendap di bagian bawah tabung sentrifugator (BJ lebih besar). Metode sentrifugasi memungkinkan protein tercampur dengan komponen lain, sehingga pemisahan protein dapat dilakukan dengan metode pemisahan molekul. Salah satu metode yang dapat diterapkan yaitu menggunakan agarose gel elektroforesis. Ukuran molekul protein yang mengalami gelasi dan yang tidak mengalami gelasi dapat diketahui dengan Dynamic Light Scattering (DLS) experiment (Alting, Hamer, de Kruif, and Visschers, 2000). Agarose Gel Electroforesis - SDS-agarose continuous gel electrophoresis (0.4% agarose) digunakan untuk menentukan perbedaan berat molekul dari sampel.
2.c. Karakteristik fisik yang mengalami denaturasi dan tidak, akan memiliki perbedaan, misal ukuran partikel berbeda. Contoh protein whey protein Isolate yang tidak mengalami gelasi ukuran molekulnya 83,2 + 0,8 nm, sedangkan protein yang beragregasi dan mengalami gelasi memiliki ukuran 288 + 4,0 nm.
1. Traceability adalah kesanggupan, kemampuan untuk menindaklanjuti atau mempelajari secara detil, tahap demi tahap terhadap riwayat aktivitas tertentu atau suatu proses (Webster’s dictionary dalam Sariq, 2003). Pengertian yang lebih luas dikembangkan oleh International Organization Standardization (ISO standard 8402:1994) mendifinisikansebagai kemampuan untuk menelusuri dan memberi tindakan terhadap bahan pangan, bahan pakan, produk-produk bahan pangan ataupun ingredienusu.t dari awal hingga selesai pada semua tahapan produksi dan distribusi. Produk olahan yang berisiko tinggi terhadap kontaminasi mikroba dan tumbuh disemua kondisi, dari hasil ternak misalnya susu.
Traceability study perlu dilakukan karena keamanan pangan adalah perlu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 7 juta penduduk sakit karena makanan (food borne illness) (Food Engineering Int. Report, 1998). Hal ini akan mengurangi kepercayaan terhadap proses produksi pada konsumen. Kepercaan konsumen di Eropa sangat percaya bila produk-produk bahan pangan memiliki label dan tahu asal-usulnya inggredientnya. Susu mengandung zat gizi yang baik bagi konsumen dan sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Susu yang berasal dari peternak rakyat kandungan mikrobanya melibihi 106 /ml, sehingga apabila diproses lebih lanjut misalnya dipasteurisasi membutuhkan kondisi yang berbeda dengan kondisi susu import. Susu import kandungan mikroba antara 104-105 /ml, sehingga pasteurisasi dengan suhu 121oC, tekanan 2 atm, dengan lama 15 menit sudah cukup untuk membunuh seluruh mikroba. Namun apabila kandungan mikroba lebih dari 106/ml membutuhkan suhu pasteurisasi lebih tinggi dan lama pasteurisasi ditambah untuk menghasilkan produk yang benar-benar steril. Dengan adanya data perihal asal-usul, sejarah, kondisi bahan pangan (fisikokimia dan mikrobiologis), akan dapat menentukan metode prosesing yang tepat sampai ke tangan konsumen akhir dengan aman. Menurut Sariq (2003), sistem traceability mengikuti metodologi penelusuran jejak secara efektif dari sumber bahan, misal dari petani, peternak) sampai ke meja makan.
4. Daya simpan suatu produk pangan dapat dilakukan dengan cara :
a. Menurunkan pH.
b. Penambahan bahan pengawet yang bersifat asam (asam benzoate dan asam asetat) (Acidulan).
c. Penambahan bakteri asam laktat pada produk hasil fermentasi.
Penambahan asam benzoat dapat membunuh bakterin dengan cara penurunan pH produk, asam benzoate juga memiliki molekul yang tidak terdisosiasi yang akan menghambat pertumbuhan mikroba. Molekul yang terdisosiasi akan berdifusi dan masuk ke dalam dinding sel bakteri, kemudian di dalam sel bakteri asam benzoate akan terurai dan melepaskan ion H+. Penguraian asam benzoate yang berlangsung secara kontinyu akan menyebabkan bagian internal sel bakteri akan mengandung ion H+ yang banyak sehingga sel bakteri akan menggembung dan kemudian bakteri tersebut mengalami plasmolilsis.
Fermentasi pada produk pangan dapat menurunkan pH makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Hasil metabolit BAL yang berupa bakteriosin dapat berperan sebagai bahan antimikroba alami. Salami merupakan contoh sosis yang mengalami fermentasi. Proses fermentasi pada salami dilakukan selama 1-2 minggu untuk mendapatkan salami bermutu baik dengan pH sekitar 5,3. Sebelum dilakukan inkubasi (0 hari), pH salami sekitar 5,6-5,8. Asam laktat akan terbentuk selama inkubasi sehingga pH turun, disamping itu juga menghasilkan alkohol dan CO2 . Bakteri yang ada pada salami dan membentuk asam laktat adalah Lactobaccili spp, yang mempunyai karakter memfermentasi dengan lambat, dan Pediococci spp mempunyai karakter memfermentasi cepat. Bakteri lain yang ada adalah micrococci yang mampu mengubah garam nitrat menjadi nitrit selama inkubasi. Manfaat nitrit adalah menghambat pertumbuhan Clostridium botulinum. Penurunan pH juga adanya acidulan yaitu glucono delta lactose (GDL).
5. Bahan pangan memiliki nilai Q10 : 2,5 pada suhu 10oC dan HQL : 100 hari. Bila produk tersebut disimpan di suhu ruang daerah Malang (30oC). maka masa simpan produk tersebut adalah:
Nilai HQL berbanding lurus dengan temperatur
suhu 10oC à masa simpan 100 hari
misal Malang bersuhu 30oC à masa simpan X
Tabel 1. Q10
Masa simpan pada (T oC)
Q10 = ----------------------------------- =
Masa simpan pada (T + 10oC)
Bila disimpan dengan suhu 200C à
2,5 = 100 hari/X = 40 hari
Bila disimpan pada suhu 30oC à
2,5 = 40 hari/X = 16 hari dst.
Produk yang memiliki nilai Q10 = 2,5, HQL 100 hari pada suhu 10oC adalah telur asin dengan lama simpan 2 minggu pada suhu ruang.
Komentar